Sabtu, 17 Oktober 2009

ANTOLOGI PUISI KIBARKAN BENDERA MERAH PUTIHMU (Bersama sahabat karibku Ust. Badruttamam)

BIOGRAFI PENULIS

Moh. Ghufron Cholid, lahir di Bangkalan 07 Januari 1986 M dari pasangan KH.
Cholid Mawardi dan Nyai. Hj. Munawwarah. Penulis mulai menekuni dunia tulis
menulis semenjak tahun 2004 M. karya-karyanya berupa cerpen, puisi dan renungan
pernah dipublikasikan diberbagai Majalah di almamaternya seperti Majalah Qalam,
Majalah QA, dan Majajalah KUNTUM Jogjakarta serta Radar Madura (Jawa Pos Group)
dan terkumpul dalam antologi puisi, Selembar Pengakuan (2007), Biarkan Waktu
Mengalir Seperti Air (2007) dan Antologi Puisi Mengasah Alief yang ditulisnya
bersama sepuluh penyair Al-Amien seangkatannya yang tergabung dalam Sanggar
Matahari Pamungkas. Karya Puisinya juga bisa dilihat dan dinikmati di
www.warungsastra.kemudian.com. Selain itu penulis juga bergabung di rubric
puitika.net. sebagai anggota.
INDONESIA

aku

k
e
h
i
l
a
n
g
a
n

jejakmu

Taman Terkoyak, 2008 M

BBM NAIK

bbm naik
rumah mimpi rakyat ambruk

semua saling tubruk
semua saling tusuk

Taman Terkoyak, 2008 M

PERANG BELUM SELESAI
; Almarhumah Laylaturrahmah

Perang belum selesai
Kenapa kau pilih ilalang
Bukankah kita pejuang
Walau tak dikenang

Taman Terkoyak, 2007 M
YANG KU MAU HANYA SATU

setelah kumengabu
jangan jadikan indonesia debu

Taman Terkoyak, 2008 M

MENGENANG SAMPIT

mengenang sampitmu yang amis
angin selalu datang berbagi tangis
aku mengemis
biar kau tak amis

taman Terkoyak, 2008 M
AKU GEMETAR

aku gemetar
lantaran takut nusantara berpencar
mencari sinar
sepanjang tanah bergelar

Taman Terkoyak, 2008 M

KETIKA RERANTING SEJARAH PATAH

reranting sejarah patah
daun-daun gelisah
tanah hilang teduh
laut hilang ombak
angin hilang desir
semua tersingkir
hingga terusir

Taman Terkoyak, 2008 M



SETELAH JAWA-MADURA SATU NAFAS

gedung-gedung menggussur gubuk-gubuk
semua sibuk semua mabuk
madura hilang bentuk

Taman Terkoyak, 2008 M

NASIB SAUDARIKU DI MASA DEPAN

Saudariku
Lihatlah dari jendela
Betapa buas dunia memburumu

Kalau sampai tertangkap

Dunia `kan mencetakmu
menjadi merk-merk minuman
iklan-iklan dan Koran-koran

pasar, kantor dan hotel
selalu bercerita tentangmu
layer kaca pun makin pandai buatmu terkenal

namun hanya sebentar

bila purnama di wajahmu redup
daun usiamu menguning
kau `kan mengasing
dunia pun `kan membuang

pintu-pintu yang kau singgahi dulu
tak lagi ramah menyambut hadirmu
hanya pintu taubatmu
masih setia menunggu

Taman Terkoyak, 2008 M
PEREMPUAN MALAM

Begitu siang berbaju petang
Parfummu memanggil kumbang-kumbang

Lantas
Kamar demi kamar kau cumbu
Rumah demi rumah kau rayu
Hotel demi hotel kau madu

Lalu
Kau sibuk mengejar mimpi
Hingga lupa wangi melati

Kemudian
Jiwamu melayang
Hingga lupa pulang
Yang tersisa hanya sesal membayang

Taman Terkoyak, 2008 M
DARAH YANG KAU TUMPAHKAN

darah yang kau tumpahkan
sepanjang taman perjuangan
tinggal kenangan
lantaran sudah digadaikan
iblis-iblis kelaparan

Taman Terkoyak, 2008 M


DEMI UANG

demi uang
semua lupa pulang
demi uang
semua tinggal tulang


Taman Terkoyak, 2008 M


ATAS NAMA IBLIS

atas nama iblis
tanah-tanah agamis harus amis

Taman Terkoyak, 2008 M


PANGGUNG POLITIK

ajang beradu taktik
tak berkutik sampai titik

Taman Terkoyak, 2008 M

SEBELUM PILGUB

Semua mencari nama
Mencari suara
Pada tiap rumah suci
Pada tiap baris doa
Pada tiap kota dan desa

ada yang bermodal cahaya
ada yang berobral kata
ada yang menabur harta

kau pilih yang mana?

Kamar Sunyi, 2008 M


SEBATAS MIMPI

ketikan merdeka sebatas mimpi
kau dan aku adalah rajawali
dalam sangkar besi
tak bisa memberi arti

Taman Terkoyak, 2008 M


KEMBALI NISAN

dunia dalam genggaman tanganmu
tak lagi menyuguhkan kemegahan
saat wajahmu kembali nisan

Taman Terkoyak, 2008 M


MALAM 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL

Malam ini semua rata
Tak ada lembah tak ada bukit
Semua bebas semua lepas

Malam ini semua merdeka
Merdeka berkata merdeka bersuara
Merdeka memajukan Indonesia

Taman Merdeka, 2008 M
ANTARA MAWAR DAN CELURIT

Antara maar dan celurit
Madura bangkit
Mengibarkan merah putih di atas bukit

Taman Merdeka, 2008 M

PEMUDA, SAJAK INI UNTUKMU

Selepas kutulis sajak untukmu
Lantas kumengabu
Kau harus maju
Kibarkan merah putihmu
Kalahkan mesiu kalahkan peluru

Jangan berhenti jangan berlari
Indonesia masih butuh suaramu

Taman Merdeka, 2008 M

KITA TELAH MERDEKA

Presiden memimpinlah
Guru mengajarlah
Mahasiswa berorasilah
Murid belajarlah
Penyair bersyairlah
Kita telah merdeka

Taman Merdeka, 2008 M

SURAT RAHASIA


adikku sayang
tuhan-tuhan baru lahir di kota-kota
mungkin esok atau lusa
mereka lahir di desa-desa

namun tenang
allahku
allahmu
takkan pernah tersingkir

Taman Merdeka, 2008 M

SAJAK UNTUK R.A KARTINI

meski kau telah terbaring
mata air juangmu tak pernah kering

tiap hari lahirmu
selalu tegak karti-kartini baru
melanjutkan mimpimu

Taman Merdeka, 2008 M

PEREMPUAN

Kaulah cermin
Berkaca seluruh jaman

Dari rahimmu lahir anugrah kehidupan
Dari katamu tercipta doa dan kutukan

Taman Merdeka, 2008 M

MALAM PENGANTIN

Malam ini kau dan aku
Hilang batas rahasia

Kita semakin mesra
Melukis surga
Sepanjang gerak dan kata

Perlahan
Bahasa tubuhmu penuh metafora
Buat aku semakin tergoda


Taman Merdeka, 2008 M

CINTA SETELAH PERKAWINAN

sayang
bungamu yang perawan
biar kupetik di taman pelaminan
agar singgasana kemegahan iman
memperindah cinta keberkahan

sayang
bukannya aku tak tergoda
bukan pula aku tak suka
pada bungamu yang perawan
melainkan sayangku pada kebenaran
akan janji tuhan yang menuntun

sayang
bukankah bungamu yang perawan
adalah puisi kelahiran cahaya titipan
selalu dibacakan kekasih pilihan
di ranjang pelaminan

Taman Merdeka, 2008 M

AKU MENGIRI
; Alm. KH. Bakri Munawir

Aku mengiri
Sebab dalam keranda
Kau masih ikhlas menjadi tanda

Taman Keridloan, 2002 M
SEKITAR PEMAKAMAN
; Almarhumah Nyai. Hj. Muhabbah

Sekitar pemakamanmu
Beburung bertahlilan
Rerumputan membaca yasin
Menggambarkan keteduhan
Dirimu di taman keridloan

Taman Keridloan, 2007 M

BERCERMIN PADA NISANMU
;Alm. KH. Moh. Tidjani Jauhari

bercermin pada nisanmu
aku semakin mengerti
jalan kembali

Taman Keridloan, 2007 M

MESKI HANYA MELATI
;Alm. KH. Rusydi Abbas

Meski hanya melati
Yang kau weselkan
Cukup buatku paham
Hidup hanya persinggahan

Taman Merdeka, 2008 M

AKHIR SEBUAH DOA

a
mmm
iiiiiiiiiiii
eeeeeeee
nnnnnnnnnn

aaaaaaaaaa
mmmmm
iiiiiiii
eee
n

Blega, 2002 M



BIOGRAFI PENULIS

Badrut Tamam Bin Rusdi lahir di Bangkalan 5 september 1986 M. dunia
kepenulisannya dimulai ketika ia masuk Sanggar Sastra Al-Amien (SSA) tahun 2004.
Prestasi: juara pertama lomba perkemahan tingkat penegak (LPPT I) sekaligus
juara favorit bersama teman-temannya yang tergabung dalam Saka Bakti Husada
(SBH) tahun 2004, dilantik menjadi pramuka garuda cabang Sumenep oleh kwartir
cabang Sumenep tahun 2005, juara I dalam Cipta Karya Puisi Doa Untuk Indonesia
PCNU sumenep tahun 2006. karyanya pernah dipublikasikan di majalah KUNTUM
jogjakarta 2006, Qowiyul Amien (QA) 2005, Radar Madura (Jawa Pos Group), dan
puisinya terkumpul dalam antologi puisi Mengasah Alief bersama sepuluh penyair
terkenal Al-Amien seangkatannya.

GURU

Kala malam bertandang
Gelappun datang
Sunyi dan senyap jadi satu
Dibidik bulan terang

Tetaplah engkau guruku
Dari pagi hingga petang

Ladang baru ditanam
Bijipun letup timbul perlahan

Maka tetaplah engkau guruku
Dari pagi hingga petang

Melihatmu tanpa sadar
Kurasakan rasa yang semakin menggelegar
Merambati rumputan hati
Yang lama belum mekar

Guru, tetaplah engkau guruku
Dari pagi hingga petang

Izinkan Kubiarkan hati mengakuimu
Sebagai guru
Karna jasamu tak dapat kutiru.

14-4-1429 H.






MALAM DAN SETERUSNYA

Malam ini kusebut engkau begitu menawan
Dari ujung langit hingga telapak bumi
Senyummu begitu perawan
Terbias pada tepi kerinduanku yang kusebut malam

Masihkah pelangi berwarna-warni
Ketika kubandingkan warna kesungguhanmu malam ini

Sesaat memang tak
Tapi tak terasa lagu lesungmu yang pualam
Mengernyitkan dahiku
Yang tak sengaja kubilang itu ya.

Selamat
Kurindu engkau hari ini
Dan seterusnya
Kuharap begitu

14-4-1429 H.














DENGAN APA…?

Dengan apa harus aku menyebutmu
Bintang atau bulan

Pada pekat senja warnamu yang sayu
Mengalir makna

Sebab bila dengan bintang
Kilaumu tak dapat kubayangkan

Sebab bila dengan bulan
Tanyaku tak butuh jawaban

Karena engkau adalah keduanya
Bulan dan bintang

Pada pagi yang menggigil
Dan senja yang mungil
Sinarmu datang sebagai penghangat jiwa

14-4-1429 H.













ANDANTE MAESTOSO

Mata hati kita saling berteguran
Ketika pandangan membelaimu begitu sopan

Tanpa kata yang pas
Tak bisa mengutarakan

Lantas luas bumiku dengan tinggi langitmu yang ungu
Menyatu dalam kata yang tak pernah dapat kita terjemahkan

Perlahan tanyaku terjawab juga
Mengapa rumputan dilangit selalu menunjuk langit

Sedetik kemudian kuamini pemahamanku
Tentang lagumu yang andante maestoso sempurna

Seumpama mercusuar engkau adalah ketinggiannya
Disana bisa kulihat laut berkejaran membimbing ombak
Bersaksikan langit-langitmu yang tak lagi ungu.
14-4-1429 H.














KUSEBUT INI PAGI

Kusebut pagi pada buah pertapaanku
Meski redup tak apalah

Masih banyak merkuri yang bisa kukekalkan
Bersama warnaku malam ini

Pada carik layang
Layar harus tetap berkembang

Kalau kau bertanya mengapa bumiku selalu pagi
Maka simaklah kicau pada sekenario puisiku
Yang disana ada kamu.

15-4-1429 H.



















BANGKU BELAJAR

Memungut rasa dibangku belajar ini
Bagai mengikat purnama dilangit biru

Secarik kertas yang pasrah ibu kasih padaku
Terserah mau diapakan lagumu itu

Sebuah pena kegelisahan yang kuncup
Siap menulis ruang pada kotamu yang gugup

Ibuku ini ada-ada saja
Harus dengan apa kurangkum dunia
Sedang lamunanku belum juga reda
Satu dua tiga kucoba memutar balik Tanya
Ini apa?

15-4-1429 H.

















OASE CINTA IBU I
Teruntuk seorang Ibu

Kata-kata laksana oase keabadian
Tak kunjung kering mengairi ladang-ladang
Tak habis dilancip senja
Tak pudar didebur ombak

Ibu begitu teduh kasihmu
Jelma embun ditekuk segara
Betapa kilau cintamu
Memutikkan rasa dalam memandang dunia


OASE CINTA IBU II

Ibu, sebait puisi yang kau tunjuk dengan jemari
Dengan bahasa melati
Menjelma purnama dilentik kenganga
Meluluhkan keterpikatanku pada singgasana
OASE CINTA IBU III

Ibu, Izinkan aku menjelma ilalang
Karena engkau adalah langit berjuta warna
Yang dengan itu aku bisa tiap waktu memandang
Dan aku tak akan pernah puas menunjuk langit dengan dahanku
Yang rindang


OASE CINTA IBU IV

Ibu adalah lautan tempatku minum
Menikmati air lautan susu
Tempatku mengasah alif
Dan
Tempatku memandang
Pada hamparan kasih sayang


OASE CINTA IBU V

Ibu…
Kalau matahari tak lagi terik
Belaianmu terus saja energik
Mendekapku dalam damai tiap detik

Ibu, andai bulan bisa aku rangkul
Dan bumi bisa aku pikul
Hanya padamu kabar ini hinggap pertama kali
Karena engkaulah madu termanisku


OASE CINTA IBU VI

Ibu, meski waktu mulai meranum dikaki langit
Dan senja mulai menyurut
Hanya ditelapak kakimu kutemukan dunia kanak-kanakku
Ranum kekal tetap abadi

Ibu, maafkan anakmu
Aku terlalu miskin akan kata-kata
Tuk sekedar ucapkan
"aku sayang padamu"

Al-Iftikhor II, 10 shafar 1429 H.

BOCAH KECIL PENUNGGU SORGA

Dari Koran hari ini kabar seorang bocah berselimut pelangi benar adanya
Barisan kata bercerita bagaimana ia sering bermain dengan warna dunia
Kerumunan kuman beserta antek-anteknya yang sedang berpesta kerap
Mengundangnya, meski aroma yang kerap dibenci tapi teteplah ia akrab

Bocah itu mendekap baunya sendiri
Mencoba meraba dunia
Kadang menukik dan menurun

Adakah ayat kasih dunia telah ia belai
Sedang malam dengan gelapnya kerap menyelimuti mimpinya

Wahai bocah kecil
Tunggulah sorga dihalte kehidupan ini
Karena ia akan datang dan menjemputmu
Sesaat setelah ini.

Kamis 6 maret 2008 M.











MENGINTIP KEKASIH HATI II

Kasih izinkan aku melayang bersama anganku. Meski tak nyata tak apalah. Aku
sudah cukup senang bisa demikian. Sesekali aku ikut keliling kota suci tempat
orang menghampar rasa. menciumi harum hajar-Mu. Tempat dimana para malaikat
sering mengintip sufi yang khusyu'bermain hati. Aku sebagai mana mereka ingin
sesekali diintip. Agar aku tahu caranya mengintip sorga yang kau janjikan.

Al-Amien. Kamis 6 maret 2008 M.
























ALAMAT MAGFIRAH

Tanpa reklame yang jelas jalan itu terus saja menuntun harap
Yang tak jelas sekarang adalah mau kemana kamu sebenarnya
Disini jejak tak dapat terhapus karena waktu yang merekamnya
Dan matahari tak terbit dua kali. Sekali debu yang diterbangkan badai
Jalan ini harus kita cari, kemudian tekadkan tujuan pada almanak harap

Jangan ragu untuk melaju dalam lorong sangkal yang kau dapat dari jejakmu dahulu
Bisikkan pada angin biar sunyi saja yang tahu. Mengalir bagaikan waktu yang
melaju

Bila tekad sudah lekat buat apa pikirkan akibat
Biar waktu yang menjawab dimana ia tertambat

Bila pelangi berwarna warni
Itulah hidup didunia fana ini

Mengalirlah
Maka sampailah, semoga selamat.

Pondok:2:37 PM.









JEJAK DI PADANG TANDUS

Mungkin sayembara ayat cinta ini adalah bilangan pepasir
Dipantai harapan di sebuah pulau yang sering disebut mahabbah

Sedang kita dalam sebuah padang tandus
Sesekali angin akan menerbangkan tubuh
Dalam sisi yang belum pernah kita bayangkan
Sebelum ini terik tapi sesaat kemudian awan
Berkejaran memunguti taubat yang belum kita raih

Dari ranting dzikirmu mengembara sebuah Tanya
Masihkah sayembara ini milik kita? Atau dia yang
Setiap kali terhempas oleh badai ujian lantas menjelma
Mutiara.

Al-amien `hujan'1:33 PM.

















BERLABUH SEJENAK

Sejenak kita larut pada tebing-tebing gelisah
Pada laju kereta kita titipkan lafadz tabah
Mencoba menyebut satu yang sunyi pagi ini
Lewat tadarrus cinta pelangi yang tak luntur
berwarna

pada rel-rel munajat yang kita lewati pagi ini,
mulailah jejak yang akan mengantarkan kita pada
gerbong mustajabah satu hati dan satu cinta haqiqi
bacalah satu persatu nikmat magfirah yakinmu lalu
katakan pada dunia bagaimana keagungan harus
ditafsirkan.

Berapa jengkal alif lagi sempurnalah tanyamu terjawab
Maka jangan ragu bahwa kita adalah satu dari beribu
Kafilah, setiap hari kita rakit munajat yang tak luntur
Meski sedetik kemudian tanah tandus, air berarus dan
Pedang menghunus. Hanya satu, keyakinan tak tertara
Dan kita harus berlabuh sejenak dan lebur dalam keyakinan
Bahwa insan ini adalah tanah dan kembalilah ia pada tanah.

Al-Amien Prenduan 12-56'- PM








MENGAPA?

Tertelalu biasa bila aku memandangmu sebagai penyair
Ketika replika Tanya mulai kutabuh

Melalui selayang pandang
Kau mengutip kata
Tapi mengapa belum kudengar pula

Masih sadar ketika daun-daun depan teras ku berguguran
Banyak lamat-lamat coba menafsirnya tapi dengan apa?

Sewaktu kata dalam memakai makna
Tibalah kesadaranku yang semu

Ternyata lagumu terlalu merdu
Entah bagiku…

Kutanya mengapa, tapi rinduku tuk mengetahuimu belum juga keliru
Mengapa bintang kata senang menemuimu?

Mengapa?
15-4-1429 H.











PUISI DIHATIMU
buat: mahar,lintang

Sejalan dengan puisi dihatimu
Hayalku mengembara
Menaiki puncak gungung penasaran
Menuruni tebing-tebing risau
Menukik ketinggian rasa
Menjelajah luas samudera
Menjelma pusara dalam bias cempaka
Melalang nasib yang mengekalkan hasa
Menerobos bintang segara yang bergelantungan di altar langit
Menyusup dari miskinnya hati
Mendobrak alam kejahiliyahan
15-4-1429 H.




















KEKASIH

Menyebutmu sebagai kekasih
Itu harapku dari dulu

Hamparan taman harapan menanti
Sahutan melodi padi mulai terpatri

Menyebutmu sebagai kekasih
Itu harapku dari dulu

Sebab malam dengan gelapnya
Dan siang dengan terangnya
sedang menantimu
jadi bintang penghias cakrawala
jadi rembulan yang purnama

Menyebutmu sebagai kekasih
Itu harapku dari dulu

Tanah yang lapang
Langit yang membentang
Sedang menantimu
Jadi tanaman tempat berteduh
Jadi biru tempat mengharu.

15-4-1429 H.








CAHAYA REMBULAN

Kali ini bulan bercahaya serupa malam tanggal lima belas.
Bumiku bermandikan cahaya. Menanggalkan delapan kali purnama. Disini kutermenung
bertatap dengan langit, tersenyum melihatku. Ah, dengan apa gersang bumiku yang
tak bercahaya berani menatap kilaunya cahaya bercahaya. Senyummu tak lagi
terjawab wahai bulan. Cukuplah sampai disitu kau tahu betapa gelap bumi
kesayanganku ini. Jangan terlalu dalam kau menggali nafas kami, semakin dalam
semakin gelap dan hampa.

Bulan malam ini serupa tanggal lima belas
mencoba tanggalkan lamunanku yang tsabit
15-4-1429 H.




















LAYAR KITA

Layar rakitmu mulai terjawab
Saat tiupan hawa mempertebal yakinmu
Atas sajak melayu campur rindu

Semakin dini kau tebar pukat
Semakin lahap kantongmu memakan lamunanmu tentang sajak

Tak usah kesah kau olah jadi ragu
Cukup jadikannya debu yang sekali tiup hilang melulu
16 mei 2008 M























ARTI CINTA

Telah banyak cara terungkap
Memaknai kata cinta

Ada yang bilang cinta itu adalah untaian kata
Yang menghembus mesra kedalam jiwa

Malah gugur daunan bilang akulah cinta
Tak dapat disangka

Entah apa kata langit, apa itu cinta?
Entah apa kata bumi, apa itu cinta?

Apakah sendekapku pada langit dan bayanganku pada bumi adalah cinta yang
mengekalkan kata
Sebab setiap kulelah langit yang kubayang
Pada setiap abjad rindu yang belum kubuat
Didada bumi sudah menelma aku yang ilalang

Inikah cinta? Atau kamu tahu jawabnya?
16 mei 2008 M













TERUNTUK SAUDARIKU

Wahai saudariku
Bunga sorgaku
Yang selalu kutunggu

Serampai kembang kamboja
Begitu elok memainkan warna
Hingga kumbang dibikinnya merana
Mengharap dapat sari manisnya

Saudariku yang kurindu
Malam mana yang tak pernah kuharapkan tentangmu
Biar lagu senja yang mengantarku
Kebaringanmu lewat nisan yang terlanjur kekal itu
16 mei 2008 M



















SOBAT

Sobat, saat malam petang pun datang
Selaksa cahaya kerap diundang
Sobat, masih disini antara bentang kini dan dahulu
Tak berjarak waktu yang dianggap semu
Sobat, kemari bersamaku duduk kita bersendakap
Merasakan hangat yang belum kita dekap

Sobat, bila saatnya datang adzani aku
Dengan merdu santunmu yang tak keliru
Sudah saatnya aku menunggumu melakukan itu
Tidak seperti dulu
Ketika daku menganggapmu belagu

Sobat, katakan padaku tentang sorga
Sudah lama keningku penuh Lumpur dan dosa

Sobat bangunkan aku bila saatnya tiba
Agar kutahu bagaimana rasanya terjaga
Agar bisa kumemandang matahari dengan sinarnya
Sobat, deras tak jarang serapahku yang kaku
Maafku teruntuk kamu

Sobat, telah seribu kali kutanggalkan yakinku padamu
Tapi sobat ajari aku bertobat
Bukan sesaat tapi setiap saat.
16 mei 2008 M







ANDAI AKU LORA!

Kuharap kenakalanku dulu
Menjadi malaikat penabuh subuh yang utuh
Tak seperti musang beludru yang kutiru

ah, apa boleh dikata manisnya gula
tak semanis alam nyata

sesaat kuterdiam menekuri bayangan
bersamanya ku ditarik perlahan
semakin dalam alam bawah renungan

andai aku lora!
Malam jadi teman baikku
Tuk sekedar bercumbu rayu dengan waktu

Dan akulah sang penjaga subuh yang utuh.
16 mei 2008 M
















MERAH PUTIH

Tak usah risau apalagi ragu
Pada yakinmu atas bintang melati yang kau puji

Sebab merah adalah darahmu
Sebab putih adalah tulangmu

Kibarkan setinggi pandangan
Biar sejenak lupakan bayangan

Meski kutahu langit sudah tak setinggi dulu
Tapi masih bisa kita junjung sampai ujung

Tak usah risau apalagi ragu

Buka rongga alam luas buat esok dan lusa
Itu saja.

17-5-2008 M















BERTANYA?

Apa, siapa, mana, kapan, bagaimana dan…mengapa?
Diri ini
Menggelinding bagai masa yang tak pernah surut dilintas benua
Cakrawala kemanusiaan terus berlahiran
Pada tanggal dan bulan dasawarsa

Apa, siapa, mana, kapan, bagaimana dan…mengapa?
Ku ada disini
Rangkum makna yang belum genap merampungkan kata
Pada dini kalimat sendiri

Bentang larik yang makin menarik
Hingar parodi yang makin tak kumengerti
Itulah kenapa kubertanya
Apa, siapa, mana, kapan, bagaimana dan…mengapa?
Diriku ini.

17-5-2008 M














PERJUANGAN

Perjuangan ini teruslah mengalir
Turut memutar arah matahari
Bersinar hingga dini

Sadar kuberada diantara pelangi ini
Penuh warna-warni
Rumit memang membedakan diri
Tapi aku tetaplah aku dini atau esok hari

Sadar kuberada disini disebuah jalan yang kupilih sendiri
Semoga birunya langit tak bosan mencerahkan hati ini

Adzan menjadi pemanggil hati
Takbir nyanyian sanubari
Dan kisahku tak akan sampai disini
17-5-2008 M

















SAYEMBARA CINTA I

Denting fajar menggema

Nur-nya mengamini jejak-jejak cinta

Tanpa reliji yang mampu kau rangkum dalam genggam kata
Kalimat cinta telah terbit disalah satu fajar diujung timur sana

Lantas harus dengan apa bukti cintamu harus kau rangkum
Dengan kata
Dengan lima lembar waktu
Atau dengan bahasamu yang tak terjamah oleh embun pada bilangan pepasir dipantai

Kini datanglah bersama suratmu
Karna rimbun pepohon serta bidadari yang terselip dalam warna pelangi siap jadi
pos cintamu

Cinta yang belum pernah kau nyatakan pada rembulan atau pada bebintang segara
Jangan biarkan bayangan merampas jejak-jejak cinta
Maka tanyalah pada fajar atau senja bagaimana cinta harus dibahasakan
dengan tafsir cinta

maka akuilah bilangan ayat cinta
diselip senyumnya
lantas tatap lembaran surat cintamu kemudian

adakah sayembara cinta telah kau dapat?

Al-Amien 23-1-2008 M.


Dosa

Sungguh mudah berbuat dosa
Keheningan diubah nista

Lain halnya berbuat pahala
Karena syetan mana yang terima

Dosa sungguh mudah dikata
Dosa sungguh susah disangka

Dari dini hingga petang tiba

17-5-2008 M

Minggu, 04 Oktober 2009

SAAT KITA BERTEMU

Teruntuk sahabat karibku Ach. Shodiqil Hafil

saat kita bertemu
hanya satu yang kutahu
dalam detak nafasmu
lafadz-lafadz tariqoh nazabandiyah selalu mengalun merdu
di tiap lima lembar waktu

Sabtu, 03 Oktober 2009

SURAT CINTA TUHAN

(puisi ini terlahir untuk menerjemahkan gempa yang kerap melanda nusantara)

di balik gempa
Tuhan meweselkan surat cinta
agar kita senantiasa bergandengan tangan
saling menegakkan tiang iman
sepanjang jalan nusantara

di balik gempa
Tuhan meweselkan surat cinta
agar kita selalu memadamkan bara kebencian
dan saling menebar bunga ampunan

di balik gempa
Tuhan meweselkan surat cinta
agar kita terus ingat
kita adalah satu tubuh yang saling menguat